Rabu, 08 Desember 2010

KONSELING


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan-kegiatan pendukung pelayanan bimbingan dan konseling meskipun bersifat pendukung, namun kegiatan-kegiatan pendukung layanan BK sangat penting untuk dilaksanakan. Layanan BK di Sekolah dan madrasah tidak akan dapat dilaksanakan secara efektif dan tujuannya tercapai sesuai yang direncanakan, maka harus didukung oleh kegiatan-kegiatan pendukung pelayanan BK. Adapun kegiatan-kegiatan pendukung pelayanan bimbingan dan konseling di Sekolah dan di Madrasah, salah satunya “Aplikasi Instrumentasi”
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dipaparkan tentang “Instrumentasi Bimbingan Konseling” untuk lebih mudah memahami isi makalah ini, dapat kita ketahui melalui rumusan masalah berikut ini :
1.         Apa makna Aplikasi Instrumentasi?
2.         Apa saja tujuan Instrumentasi Bimbingn Konseling?
3.         Kompenen apa saja yang terkait dalam Instrumentasi Bimbingn Konseling?
4.         Apa saja tekhnik yang diterapkan dalam Instrumentasi Bimbingn Konseling?
5.         Bagaimana pelaksanaan kegiatan dalam Instrumentasi Bimbingn Konseling?




BAB II
PEMBAHASAN
APLIKASI INSTRUMENTASI

A.  Pengertian Aplikasi Instrumentasi
Aplikasi instrumentasi dapat bermakna upaya pengungkapan melalui pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan alat ukur atau instrumen tertentu. Atau kegiatan menggunakan instrumen untuk menggunakan kondisi tertentu atas diri siswa.
Kondisi dalam diri klien (siswa) perlu diungkap melalui aplikasi instrumentasi dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling untuk memperoleh pemahaman tentang klien secara lebih tepat. Upaya pengungkapan sebagai aplikasi instrumentasi dapat dilakukan melalui tes dan monotes. Hasil aplikasi instrumen selanjutnya dianalisis serta disikapi dan digunakan untuk memberikan perlakuan secara tepat kepada klien dalam bentuk layanan bimbingan dan konseling.
B.  Tujuan Aplikasi Instrumentasi
Secara umum tujuan aplikasi instrumentasi adalah supaya diperolehnya data tentang kondisi tertentu atas diri klien. Data yang diperoleh melalui aplikasi instrumentasi selanjutnya digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Dengan data tersebut, penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling khususnya di sekolah dan madrasah akan lebih efektif dan efesien.
Secara khusus, apabila dikaitkan dengan fungsi-fungsi bimbingan dan konseling terutama fungsi pemahaman, data hasil aplikasi instrumentasi bertujuan untuk memahami kondisi klien seperti kondisi asalnya, bakat dan minatnya, kondisi diri dan lingkungannya, masalah-masalah yang dialami, dan lain sebagainya. Pemahaman yang baik tentang klien melalui aplikasi instrumentasi dapat dijadikan oleh konselor sebagai bahan pertimbangan dalam rangka memberikan bantuan kepada klien sesuai dengan kebutuhan dan masalah-masalah yang dialami klien. Lebih lanjut, tentu dapat mencegah dan mengentaskan klien dari masalah-masalah yang dialaminya.
C.  Komponen Aplikasi Instrumentasi
Komponen-komponen yang terkait tentang aplikasi instrumentasi adalah instrumen itu sendiri (materi yang diungkap dan  bentuk instrumen), responden, dan pengguna.
Pertama, instrumen. Terkait dengan instrumen, ada dua subkomponen yang tidak bias dipisahkan, yaitu materi yang akan diungkapkan  melalui instrumen dan bentuk instrumen itu sendiri. Yang dimaksud dengan materi yang akan diungkapkan di sini adalah hal-hal yang menyangkut klien yang akan diungkapkan melalui instrumen tertentu. Hal-hal yang menyangkut tenteng klien, yang akan diungkapkan melalui instrumen tertentu misalnya;
a)    Kondisi fisik individu siswa  seperti keadaan jasmani dan kesehatan
b)   Kondisi dasar psikologis individu siswa seperti potensi dasar, bakat, minat dan sikap
c)    Kondisi dinamik fungsional psikologis
d)   Kondisi atau kegiatan dan hasil belajar
e)    Kondisi hubungan sosial
f)    Kondisi keluarga dan lingkungan siswa
g)   Kondisi arah pengembangan dan kenyataan karir
h)   Permasalahan yang potensial atau yang sedang dialami individu
Sedangkan bentuk instrumen yang dimaksud adalah alat yang digunakan untuk mengungkapkan data klien apakah tes atau monotes seperti angket dan lain sebagainya.
Untuk instrumen tes bias dalam bentuk tes psikologi seperti tes intelegensi, bakat dan minat, dan tes hasil belajar. Tes bisa dilaksanakan secara tertulis, lisan, secara individual maupun kelompok. Instrumen non tes digunakan untuk melihat gambaran tentang kondisi klien sebagaimana adanya. Yang termasuk kedalam instrumen nontes adalah : (a) angket, (b) daftar isian, (c) daftar pilihan, (d) sosiomentri. Sesuai dengan perkembangan tekhnologi saat ini, konselor juga bisa memanfaatkan perangkat-perangkat tekhnologi untuk mengungkapkan tentang diri klien dan masalah-masalah yang dialaminya.
Kedua, responden, yang dimaksud responden disini adalah individu-individu yang mengerjakan instrumen baik tes maupun nontes melalui pengadministrasian yang dilakukan oleh konselor (pembimbing). Di lingkungan sekolah atau madrasah, respondennya adalah siswa. Tidak semua instrumen cocok untuk semua responden. Kadang-kadang instrumen tertentu hanya dapat digunakan untuk kelompok responden tertentu saja. Oleh sebab itu, seperti ditegaskan di atas, konselor atau pembimbing harus secara cermat memilih instrumen mana yang akan digunakan sesuai dengan kondisi responden.
Ketiga, pengguna instrumen. Yang dimaksud pengguna instrumen adalah pihak-pihak yang menggunakan instrumen-instrumen tertentu sesuai dengan kewenangannya. Misalnya, instrumen tes psikologis untuk mengungkapkan kondisi kepribadian individu yang cukup pelik hanya diselenggarakan dah hasil-hasilnya hanya digunakan oleh para psikolog yang memiliki kewenangan khusus berdasarkan kaidah professional. Konselor bisa menyelenggarakan tes psikologis yang lebih sederhana seperti tes intelegensi dan tes bakat setelah mengikuti pelatihan khusus dan memperoleh sertifikat kewenangan untuk menyelenggarakan tes yang dimaksud.
Kewenangan menyelenggarakan administrasi instrumen notes pada umunya lebih terbuka. Namun penyelenggara harus terlebih dahulu berlatih diri sehingga benar-benar mampu menyelenggarakan sesuai dengan syarat-syarat pengukuran yang baik yaitu: (a) memahami isi dan bentuk instrumen yang digunakan secara mendalam dan menyeluruh, (b) memahami dan dapat melaksanakan prosedur dan tata cara pengadministrasian instrumen, (c) memahami dan dapat melaksanakan cara pengolahan jawaban responden, (d) memahami dan dapat melakukan penafsiran terhadap hasil-hasil instrumen, (e) memperoleh izin dari pihak yang memiliki kewenangan atas instrumen tersebut (Prayitno, 2004).
Sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, konselor sangat berkepentingan dengan penggunaan hasil-hasil instrumen, terutama untuk; (a) perencanaan program kegiatan bimbingan dan konseling, (b) penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling, (c) evaluasi proses dan hasil layanan bimbingan dan konseling. Konselor atau pembimbing di sekolah atau madrasah diharapkan mampu menyelenggarakan administrasi instrumen sekaligus menggunakan. Selain itu, konselor atau pembimbing di sekolah atau madrasah pun diharapkan mampu mengintegrasikan penggunaan instrumen dan hasil-hasilnya dalam tiga kegiatan di atas. Untuk instrumen tertentu yang penggunaanya di luar kewenangan konselor atau pembimbing di sekolah atau madrasah seperti tes psikologis, konselor bisa bekerjasama (meminta bantuan) psikolog untuk melakukan nya. Selanjutnya, konselor menggunakan hasil-hasilnya untuk keperluan layanan terhadap siswa.
D.  Tekhnik Aplikasi Instrumentasi
Sebelum instrumen tertentu diterapkan, terlebih dahulu diadakan analisis yang mendalam tentang perlunya instrumen tertentu diaplikasikan terhadap siswa atau sekelompok siswa. Kesesuaian antara jenis instrumen dengan responden, penyelenggaraan administrasi instrumen, dan penggunaan hasil instrumen sangat menentukan keberhasilan layanan. Untuk itu perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut.
1.    Penyiapan Instrumen
kesesuaian antara jenis instrumen tertentu dengan siswa harus benar-benar tepat, makanya instrumen tertentu harus benar-benar cocok digunakan untuk mengucapkan apa yang ada di dalam diri siswa. Untuk itu, konselor (pembimbing) perlu melakukan hal-hal sebagai berikut; (1) mempelajari manual instrumen, (2) mengidentifikasi karkteristik siswa, (3) melihat kesesuaian antara instrumen dan siswa, (4) menyiapkan diri untuk mampu mengadministrasikan instrumen, (5) menyiapkan aspek tekhnik dan administrasi.
2.    Pengadministrasian Instrumen
Pengadministrasian instrumen harus sesuai dengan petunjuk yang telah dikemukakan dalam manual instrumen. Untuk keperluan pelayanan bimbingan dan konseling dalam arti luas, pengadministrasian instrumen  berkenaan dengan pertanyaan apa, mengapa, bagaimana dan untuk apa instrumen tertentu diaplikasikan kepada siswa. Guna memberikan penjelasan atau jawaban atas pertanyaan di atas, konselor mengemukakan: (1) pokok isi, bentuk, tujuan dan kegunaan instrumen bagi responden, (2) bagaimana bekerja dengan instrumen tertentu, termasuk alokasi waktu yang disediakan, (3) bagaimana pengolahan jawaban responden, (4) bagaimana hasil pengolahan itu disampaikan kepada rresponden, (5) bagaimana hasil tersebut digunakan dan apa yang perlu atau diharapkan dilakukan oleh responden.
Untuk menjamin tingginya tingkat reliabilitas hasil instrumen, konselor dalam menyampaikan hasil-hasil instrumen harus disertai tanya jawab dengan responden agar dapat menjalani proses aplikasi instrumen secara baik.
3.    Pengolahan Dan Pemaknaan Jawaban Responden
Pengolahan jawaban responden dapat dilakukan secara manual dan dapat menggunakan peralatan elektronik seperti program computer. Data atau jawaban responden yang sudah di olah baik secara manual maupun computer, selanjutnya dianalisis atau dimaknai dengan menggunakan criteria tertentu yang telah di tetapkan : selanjutnya siap digunakan dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling.
4.    Penyampaian Hasil Instrumen
Hasil instrumen harus disampaikan secara cermat dan hati-hati. Asas kerahasiaan harus benar-benar diterapkan. Hasil aplikasi instrumen tidak boleh di umumkan secara terbuka dan tidak boleh dijadikan konsumsi atau pembicaraan umum, apalagi apabila didalamnya terdapat nama siswa. Hasil instrumen boleh menjadi konsumsi umum atau didiskusikan secara terbuka, misalnya disajikan atau didiskusikan di dalam kelas, tetapi tidak satu namapun disebutkan dan tidak satu namapun dikaitkan dengan pribadi tertentu. Hasil instrumen tertentu, dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk memanggil individu dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling. Sesuai dengan hakikat dan prinsip bimbingan dan konseling, yang dipanggil bukan hanya para siswa yang diindikasaikan bermasalah seperti skor rendah, mereka yang memiliki menengah dan tinggi juga perlu mendapat pelayanan.
Meskipun siswa tertentu belum memperlihatkan tanda-tanda bermasalah seperti siswa yang pintar dan cenderung memperoleh nilai yang tinggi, mereka juga bisa dipanggil dan diberi kesempatan untuk bertemu dengan pembimbing (konselor), karena pelayanan bimbingan dan konseling adalah hak semua siswa di sekolah dan madrasah. Seperti telah dijelaskan pada fungsi-fungsi bimbingan dan konseling di atas, bahwa pelayanan bimbingan dan konseling terhadap para siswa yang belum menunjukkan tanda-tanda bermasalah, dapat berupa dorongan dan penguatan, perluasan wawasan dan aspirasi, penajaman sikap, pengembangan rencana kegiatan dan masa depan, dan sebagainya. Degan demikian hasil instrumentasi dapat bermanfaat bagi semua siswa yang mengikuti kegiatan aplikasi instrumentasi.


5.    Penggunaan Hasil Instrumen
Hasil-hasil instrumen dapat digunakan bagi perencanaan program bimbingan , penetapan peserta layanan, sebagai isi layanan, tindak lanjut, bagi upaya pengembangan.
Pertama, untuk perencanaan program bimbingan dan konseling. Sebaiknya perencanaan program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah atau madrasah disusun berdasarkan data yang diperoleh dari aplikasi instrumentasi. Program-program bulanan, semesteran, dan tahunan di sekolah dan madrasah hendaknya didasarkan pada data tentang variasi masalah siswa, hasil ulangan dan ujian, bakat dan minat, kecenderungan siswa, dan lain-lain. Semua data yang diperoleh melalui hasil instrumentasi dapat dipakai dalam merencanakan isi program pelayanan bimbingan dan konseling secara menyeluruh, untuk setiap kelas dan harus mengacu kepada kebutuhan siswa, baik perorangan maupun kelompok.
Kedua, penetapan peserta layanan. Dari hasil instrumentasi, pembimbing (konselor) bisa menetapkan individu (siswa) yang mendapat layanan konseling tertentu baik untuk layanan dengan format klasikal, kelompok, individual; termasuk juga kegiatan dengan format lapangan dan politik. Penetapan individu yang akan menjadi peserta layanan hendaknya tetap berpegang pada prinsip prioritas.
Ketiga, hasil instrumentasi sebagai isi layanan. Hasil instrumentasi baik sebagian atau seluruhnya, secara langsung atau tidak langsung dapat dijadikan isi layanan yang hendak dilaksanakan terhadap klien. Hasil pengungkapan masalah, sosiogram, data tentang intelegensi, bakat dan minat, dan lain sebagainya. Dapat menjadi isi semua layanan konseling tergan tung relevansinya. Konselor harus secara cermat melihat relevansi itu dan menggunakanya secara tepat dengan penerapan asas keberhasilan sebagaimana mestinya (Prayitno, 2004).
Keempat, hasil instrumentasi dan tindak lanjut. Hasil instrumentasi, khususnya hasil evaluasi segera, jangka pendek, dan jangka panjang, dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi upaya tindak lanjut pelayanan terhadap klien. Kecermatan konselor terhadap kesesuaian antara hasil evaluasi dan upaya tindak lanjut sangat diperlukan.
Kelima, hasil instrumentasi dan upaya pengembangan. Data hasil instrumentasi dengan tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi dapat secara tepat menunjang pengembangan program-program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah. Sebagai bahan petimbangan untuk pengembangan, data yang dimaksud itu sebaiknya bukan data tunggal, melainkan data kolektif yang diperoleh melalui aplikasi berbagai instrumen untuk berbagai kelompok responden. Dengan data kolektif seperti itu akan tampak arah pokok yang perlu dijadikan arah dan garis besar pengembangan yang dimaksudkan.
E.  Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan aplikasi instrumentasi merupakan suatu proses di mana pelaksanaanya menempuh tahapan-tahapan tertentu. Adapun tahapan kegiatannya adalah; perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis hasil evaluasi, tindak lanjut, dan pembuatan laporan.
1.    Perencanaan, pada tahap inikegiatan yang dilaksanakan konselor adalah:
  1. Penetapan objek yang akan diukur atau diungkapkan,
  2. Menetapkan subjek yang akan menjalani pengukuran ,
  3. Menyusun instrumen sesuai dengan objek yang akan diungkap,
  4. Menetapkan prosedur pengungkapan,
  5. Menetapkan fasilitas,
  6. Menyiapkan kelengkapan administrasi.

2.    Pelaksanaan, pada tahap ini hal-hal yang dilakukan konselor adalah:
a.    Mengomunikasikan rencana pelaksanaan aplikasi instrumentasi kepada pihak terkait,
b.    Mengorganiasasikan kegiatan instrumentasi,
c.    Mengadministrasikan instrumen,
d.   Mengolah jawaban responden,
e.    Menafsirkan hasil instrumen,
f.     Menetapkan arah pelaksanaan hasil instrumen.
3.    Evaluasi, pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah:
a.    Menetapkan materi evaluasi terhadap kegiatan instrumentasi serta penggunaan hasil-hasinya,
b.    Menetapkan prosedur dengan cara-cara evaluasi,
c.    Melaksanakan evaluasi,
d.   Mengolah dan menapsirkan atau memaknai hasil evaluasi.
4.    Analisis hasil evaluasi, pada tahap ini hal-hal yang dilakukan adalah:
  1. Menetapkan norma atau standar analisis,
  2. Melakukan analisis,
  3. Menafsirkan hasil analisis.
5.    Tindak lanjut, pada tahap ini yang dilakukan konselor adalah:
  1. Menetapkan jenis dan arah tindak lanjut terhadap kegiatan instrumentasi serta penggunaan hasil-hasilnya,
  2. Mengomunikasikan rencana tindak lanjut kepada pihak terkait,
  3. Melaksanakan tindak lanjut.
6.     Pembuatan laporan, pada tahap ini yang dilakukan konselor adalah:
  1. Menyusun laporan kegiatan aplikasi instrumentasi,
  2. Menyampaikan laporan terhadap pihak terkait,
  3. Mendokumentasikan laporan kegiatan.














BAB III
KESIMPULAN

A. Pengertian Aplikasi Instrumentasi
Instrumentasi dapat bermakna upaya pengungkapan melalui pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan alat ukur atau instrumen tertentu. Atau kegiatan menggunakan instrumen untuk menggunakan kondisi tertentu atas diri siswa.
B. Tujuan Aplikasi Instrumentasi
1.    Secara umum , tujuan aplikasi instrumentasi adalah supaya diperolehnya data tentang kondisi tertentu atas diri klien. Data yang diperoleh melalui aplikasi instrumentasi selanjutnya digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penyelenggaraan bimbingan dan konseling.
2.    Secara khusus, aplikasi instrumentasi bertujuan untuk memahami kondisi klien seperti kondisi asalnya, bakat dan minatnya, kondisi diri dan lingkungannya, masalah-masalah yang dialami, dan lain sebagainya.
C. Komponen Aplikasi Instrumentasi
1.    Instrumen, instrumen yang dimaksud adalah alat yang digunakan untuk mengungkapkan data klien apakah tes atau monotes seperti angket dan lain sebagainya.
2.    Responden, yang dimaksud responden disini adalah individu-individu yang mengerjakan instrumen baik tes maupun nontes melalui pengadministrasian yang dilakukan oleh konselor (pembimbing).
3.    Pengguna instrumen. Yang dimaksud pengguna instrumen adalah pihak-pihak yang menggunakan instrumen-instrumen tertentu sesuai dengan kewenangannya.
D. Tekhnik Aplikasi Instrumentasi
1.         Penyiapan Instrumen
2.         Pengadministrasian Instrumen
3.         Pengolahan Dan Pemaknaan Jawaban Responden
4.         Penyampaian Hasil Instrumen
5.         Penggunaan Hasil Instrumen
E. Pelaksanaan Kegiatan
1.         Perencanaan
2.         Pelaksanaan
3.         Evaluasi
4.         Analisis hasil evaluasi
5.         Tindak lanjut
6.         Pembuatan laporan


DAFTAR  PUSTAKA

Ketut  Sukardi, Dewa.  2002.  Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jalarta: PT Rineka Cipta.
Tohirin. 2007.  Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan madrasah. Jakarta: Grafindo.
Prayitno.  2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:  PT Rineka Cipta.

BAB I
PENDAHULUAN

Diantara beraneka macam media yang telah kita bicarakan, media transparansi agaknya merupakan media yang cukup populer penggunaannya di sekolah. Hampir semua sekolah telah memiliki peralatan OHP, namun pemanfaatannya belum maksimal. Dibandingkan dengan media pembelajaran modern lainnya (slide, film, video), OHP merupakan "alat bantu mengajar tatap muka sejati". Anggapan ini bisa dimaklumi, sebab untuk menggunakan OHP tata letak ruang kelas tetap seperti biasa, guru dapat bertatap muka dengan siswa (tanpa harus membelakangi siswa). Selain itu, dengan ruang kelas yang tidak perlu gelap, aktivitas siswa dapat berlangsung seperti biasa, dapat saling melihat dan tetap dapat sambil mencatat. Keadaan seperti ini membuat aktivitas belajar tidak terganggu.



BAB II
PEMBAHASAN
MEDIA OFERHEAD PROJECTOR (OHP)

A.  Pengertian dan Keterbatasan dan Kelebihan Media OHP
OHP (overhead projection) merupakan perangkat untuk memproyeksikan pesan-pesan pembelajaran dengan menggunakan bahan trasparan untuk memproyeksikan, yang diisi dengan materi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Pada umumnya OHP ada dua macam yaitu OHP yang portable (yang dapat dibawa dengan mudah karena bentuknya agak kecil), dan OHP non portable (yang relatif berat dan sukar untuk dipindahkan atau di bawa kecuali dengan bantuan alat lain). Sedangkan jenis cukup berfariasi seperti OHP model 5088 (portble), OHP model 213 (non portable), OHP model 213 (portable), dan OHP model 5202 (portable).
1.    Keterbatasan Media OHP
Beberapa keterbatasan, overhead projector sebagai media pembelajaran, antara lain sebagai berikut:
a.    Media ini memerlukan perangkat keras yang khusus untuk memproyeksikan pesan yang ada pada transparan.
b.    Memerlukan persiapan yang matang dan terencana, trutama apabila dipergunakan teknik-teknik penyajian yang kompleks.
c.    Dalam penggunaannya diperlukan ketrampilan khusus.
d.   Menuntut penataan.
e.    Menuntut perhatian untuk menghilangkan distorsi (gangguan) proyeksi.
f.     Menuntut cara kerja yang sistematis dan terarah
g.    Membutuhkan ketrampilan menuliskan pesan yang baik pada transparan

2.    Kelebihan Media OHP
Adapun kelebihan media OHP sebagai pengantar pesan dalam pembelajaran adalah:
a.    Praktis, karena dapat dipergunakan untuk semua ukuran kelas dan raung
b.    Memberi kemungkinan tatap muka dan mengamati respons dari siswa
c.    Memberi kemyngkinan pada siswa untuk mencatat
d.   Mempunyai variasi tehnik penyajian yang menarik dan tidak membosankan
e.    Memungkinkan penyajian dengan berbagai alternative kombinasi warna
f.     dapat dipergunakan kembali secara berulang-ulang
g.    dapat disusun kembali berdasarkan ukuran-ukuran atau sekuensi belajar
h.    Dapat dihentikan pada setiap swkuensi belajar yang dikehendaki
i.      Tidak diperlukan operator pembantu khusus

B.  Prinsip-Prinsip Pembuatan Trasparan Untuk OHP
Media transparasi adalah sutu tempat yang berupa lembaran yang tembus pandang (biasa disrbut plastic transparan) Terbuat dari bahan plastik tembus cahaya sehingga visual dapat diproyeksikan. Lembaran plastik biasanya berukuran 26,5 x 21 cm. Ada beberapa kualitas plastik yang bisa digunakan, mulai dari yang mahal dan bermerk khusus hingga yang paling murah, bahkan bisa saja menggunakan plastik seperti yang dipakai untuk taplak meja. Di atas transparansi itu, guru bisa menyiapkan tulisan jauh sebelum penyajian atau bisa langsung menulis sambil mengajar. Dalam pembuatan transparasi tersebut seorang guru harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.    Kesederhanaan (Simplicity), media apa pun yang dibuat dalam transparan harus disederhanakan dan dibatasi pada hal-hal yang penting saja. Konsep materinya harus jelas dan mudah dibaca, dan lain-lain.
2.    Kekompakan (Unity), maksudnya terjalin hubungan yang harmonis antara bagian-bagian yang visual dalam kesatuan fungsinya secara keseluruhan, yang dapat diwujudkan dengan tanda panah, garis, bentuk, warna, dan ruangan.
3.    Penonjolan (Emphasis), terkadang diperlukan penonjolan tertentu, sehingga menjadi pusat perhatian. Dengan cara memperbesar, mewarnai, dan lain-lain.
4.    Keseimbangan (balance), formal maupun informal. Suatu disain dkatakan mempunyai keseimbangan fola bila dapat dibayangkan adanya gari yang membagi bentuk visual yang simetris, sehingga bentiuk formal ini terkesan statis. Sedangakan informal biasanya menganut pola asimetris diagonal dan terkesan dinamis.

C.  Tekhnik dan Langkah Pembuatan Trasparan
Ada dua tehnik pembuatan OHT, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Cara langsung adalah dengan mengerjakan langsung pada bahan transparansi yang ada. Sedangkan proses tidak langsung adalah dengan memindahkan pesan atau gambar yang ada pada bahan lain dengan cara membuat kopinya terlebih dahulu lalu dikopi.[1] Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menghasilkan transparansi, yaitu:
1.    Dengan cara mengambil dari bahan cetak dengan teknik tertentu, antara lain: Mencetak dengan bantuan komputer, baik dengan full color (berwarna) maupun mono colour (hitam). Hal ini bisa menggunakan plotter maupun laser ink jet printer; Membuat gambar/tulisan dalam selembar kertas atau mengambil dari buku, lalu difotocopy dalam plastik transparansi khusus; Melalui proses fotografi yang dicetak dalam film transparansi., dan masih ada cara cara lain
2.    Membuat sendiri secara manual. Cara ini dapat dilakukan sendiri oleh guru dengan cepat, sederhana dan murah. Secara singkat , teknik pembuatannya dijelaskan sebagai berikut :Siapkan bahan dan peralatan yang diperlukan, yaitu: plastik transparansi (sesuai kualitas yang dikehendaki), OHT pen (marker pen) atau spidol pemanen, minyak penghapus (eceton), kapas dan alat bantu tulis lain yang diperlukan. Bila diperlukan sediakan pula bingkai OHT; Siapkan draft yang akan ditrasparansikan dengan pensil pada kertas, lalu dijiplak ke dalam transparansi. Sesuaikan ketentuan ukurannya dengan bidang proyeksi.OHT dapat dibuat dalam beberapa bentuk dan teknik sajian, misalnya: bentuk tunggal, tumpang tindih (overlay), bentuk ibuka tutup (masking), bentuk yang diberikan lapisan transparansi berwarna. Selain itu, dalam membuat rancangan visual dalam transparansi, perlu juga diperhatikan perhatikan beberapa tips berikut. (1). Gunakan huruf dengan ukuran minimal 0,6 cm. Jika Anda mengunakan huruf yang lebih kecil dari itu, maka hasil tayangan akan sulit terbaca oleh siswa yang duduk di belakang. (2). Luas bidang transparansi yang ditulisi jangan melebihi ukuran 18x22 cm. Jika melebihi, maka akan ada sebagian tulisan yang tidak tampak dalam tayangan. (3). Sebaiknya dalam satu lembar transparansi tidak lebih dari enam baris tulisan. Setiap baris maksimal berisi enam kata. Jika lebih dari itu, transparansi akan terlihat terlalu "ramai". (4). Dalam satu lembar transparansi usahakan hanya berisi satu topik permasalahan. Setiap transparansi agar diberi judul. Jika satu lembar transparansi belum cukup untuk menuangkan satu topik tertentu, bisa disambung pada transparansi yang lain dengan diberi judul yang sama. (5).Bila transparansi diberi bingkai, maka pada ruang bingkai dapat diberi catatan kecil yang dianggap perlu. (6).Lembar transparansi sebaiknya tidak hanya berisi tulisan, tetapi dikombinasikan dengan gambar, bagan, grafik, foto, skema atau simbol simbol visual lain, agar lebih menarik dan tidak membosankan. Tulisan dan gambar diusahakan proporsional/seimbang. (7). Agar tayangan lebih menarik, gunakan variasi warna dan bentuk huruf. Namun pemakaian wama jangan berlebihan, maksimal empat warna agar tidak terlalu ramai.[2]

OHT (transparansi) perlu diberi bingkai walaupun tidak menjadi suatu keharusan, karena bingkai mempunyai keuntungan yaitu:
1.    Tidak mudah sobek dan mudah dalam pemakainnya
2.    Bisa menyusun beberapa transparan sekaligus dalam satu bingkai, sehingga mempersingkat waktu dalam penyajiannya (overlay)
3.    Mudah dalam penyimpanan, meskipun berhimpitan tidak akan melekat satu dengan yang lain.
4.    Memudahkan dalam pembuatan klasifikasi dan jatalog dari transparansi sendiri, yang bisa membendekan mata pelajaran, topic, sub bahasan, dan lain-lain. Pada umumnya tehnik menutup transparasi adalah tehnik jendela dan geser.

Beberapa langkah dalam mendisain pesan pembelajaran untuk ditayangkan atau diproyeksikan dalam implementasi pembelajaran dikelas, secara singkat dapat diungkapkan sebagai berikut:
1.    Telaah tujuan khusus pembelajaran dan pokok bahasan yang akan diajarkan.
2.    Telaah materi pelajaran untuk menentukan jenis media yang diperlukan.
3.    Telaah keadaan siswa untuk mempertimbangkan keulitan pelajaran, kecepatan penyerapan, tingkat perbendaharaan kata yang dipakai, ketepatan media.
4.    Buatlah media transparasi sesuai dengan aturan yang diajurkan.

D.  Cara Penggunaan OHP Dalam Pembelajaran
Dalam mengoperasinalisasikan OHP tidak terlalu sulit, namun juga jangan tidak direncanakan secara baik, sebab tanpa perncanaan mungkin dalam pelaksanaanya akan mengalami ganghuan, seperti urutan transparansinya tidak terurut atau adanya gangguan teknis lainnya. Dalam hal ini. Cara dalam menggunakan OHP secara sederhana sebagai berikut:

1.    Perhatian ruang belajar, ditata agar memungkinkan menyangkan OHP.
2.    Control listik yang tersdia.
3.    Gunakan layar (tempat display) bila ada, namun juga dapat diproyeksikan kedinding kelas.
4.    Atur focus OHP agar hasil gambar atau tulisan terlihatb dengan jelas
5.    Gunakan OHP sesuai dengan keperluan dan kapasitas OHP-Nya sendiri.
      
 Untuk dapat menyajikan media transparansi dengan baik, ada baiknya guru perhatikan saran saran berikut:
1.    Susunlah semua transparan yang akan Anda sajikan dengan rapi. Untuk memudahkan urutan sajian, sebaiknya setiap lembar transparan diberi nomor urut, mulai transparan pertama sampai terakhir berdasarkan urutan sajian,
2.    Letakkan transparan terlebih dahulu di atas OHP dengan baik, kemudian baru nyalakan lampunya,
3.    Periksa arah cahaya, apakah posisi tayangan sudah tepat pada layar. Arah tayang yang tidak tepat akan membentuk efek keystone (menyempit pada salah satu sisinya). Jika mungkin, posisi layar bagian atas dibuat agak ke depan,
4.    Aturlah letak posisi transparansi dan ketepatan fokusnya sehingga memperoleh hasil visual yang baik,
5.    Penerangan dalam ruangan tetap seperti biasa (kecuali jika ada cahaya kuat yang masuk ke ruang, maka lampu di dekat layar bisa dimatikan),
6.    Gambar/tulisan yang tertayang pada layar harus dapat terlihat dengan mudah oleh seluruh siswa. Siswa harus dapat melihat dengan bebas tanpa terhalang oleh guru atau siswa lain,
7.    Selama penyajian, tetaplah menghadap ke arah siswa. Hindari membaca tulisan pada layar (kecuali ketika mengontrol ketepatan fokus dan posisi tayangan),
8.    Dengan menunjuk nunjuk tulisan/gambar yang ada di layar, tetapi tunjuklah tulisan/gambar pada transparan di OHP,
9.    Tunjukkan bagian materi yang sedang Anda bicarakan. Sebaiknya tidak menunjuk tulisan dengan menggunakan jari tetapi gunakan alat tunjuk, misalnya pensil yang runcing,
10.          Bila diperlukan, Anda bisa menulis pada transparans untuk memperjelas sajian, atau menambahkan penjelasan yang baru saja Anda ingat. Sebaiknya tambahan penjelasan tersebut ditulis pada lembar plastik kosong yang ditumpangkan di atas tranparans yang sedang disajikan. Dengan demikian transparan aslinya tidak tercoret coret sehingga masih dapat digunakan lagi pada kesempatan lain,
11.          Segera matikan OHP jika tayangan tidak diperlukan lagi. Hal ini untuk menghindari OHP yang terIalu panas yang dapat merusak lampu. Harap diperhatikan bahwa kerusakan OHP yang paling sering terjadi adalah putus lampunya. Lebih lebih untuk tipe OHP yang tidak menggunakan kipas pendingin,
12.          Simpanlah lembar lembar transparans ke dalam map. Setiap lembar sebaiknya dilapisi selembar kertas untuk memisahkan dengan lembar lainnya agar tulisan tidak cepat rusak dan tidak lengket ketika diambil. Pemberian kertas pemisah, juga dimaksudkan agar transparan mudah terbaca pada saat dipilih pilih sebelum penayangan.[3]


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan.
A.  Pengertian dan Keterbatasan dan Kelebihan Media OHP
OHP (overhead projection) merupakan perangkat untuk memproyeksikan pesan-pesan pembelajaran dengan menggunakan bahan trasparan untuk memproyeksikan, yang diisi dengan materi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. OHP ada dua macam yaitu OHP yang portable dan OHP non portable.

B.  Prinsip-Prinsip Pembuatan Trasparan Untuk OHP
Dalam pembuatan transparasi tersebut seorang guru harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.    Kesederhanaan (Simplicity),
2.    Kekompakan (Unity),
3.    Penonjolan (Emphasis),
4.    Keseimbangan (balance),

C.  Tekhnik dan Langkah Pembuatan Trasparan
Ada dua tehnik pembuatan OHT, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Cara langsung adalah dengan mengerjakan langsung pada bahan transparansi yang ada. Sedangkan proses tidak langsung adalah dengan memindahkan pesan atau gambar yang ada pada bahan lain dengan cara membuat kopinya terlebih dahulu lalu dikopi. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menghasilkan transparansi, yaitu:
1.    Dengan cara mengambil dari bahan cetak dengan teknik tertentu,
2.    Membuat sendiri secara manual.



D.  Cara Penggunaan OHP Dalam Pembelajaran
Cara dalam menggunakan OHP secara sederhana sebagai berikut:
1.    Perhatian ruang belajar, ditata agar memungkinkan menyangkan OHP.
2.    Control listik yang tersdia.
3.    Gunakan layar (tempat display) bila ada, namun juga dapat diproyeksikan kedinding kelas.
4.    Atur focus OHP agar hsil gambar atau tulisan terlihatb dengan jelas
5.    Gunakan OHP sesuai dengan keperluan dan kapasitas OHP-Nya sendiri.



DAFTAR  PUSTAKA


Muhammad Ramli. 2008. Media dan Tekhnologi Pembelajaran, Banjarmasin: PT Rineka Cipta.
http://dosen.fip.um.ac.id/sihkabuden/, 27 Oktober 2010




[1] Muhammad Ramli. Media dan Tekhnologi Pembelajaran, 2008. Hal 71 - 72
[3] http://dosen.fip.um.ac.id/sihkabuden/, 27 Oktober 2010